Dewi Arimbi seorang puteri Raksasa, saudara Prabu
Arimba, seorang raja raksasa di Pringgadani. Puteri ini dalam mimpi bertemu
dengan Raden Bratasena, kesatria Pandawa yang kedua. Setelah puteri ini mencari
Raden Bratasena bertemulah waktu Raden Bratasena sedang membuka hutan akan
dibuat negeri. Setiba Dewi Arimbi dihadapah Raden Bratasena lalu memeluk kaki
Raden Bratasena dan menyatakan kehendaknya. Tetapi Raden Bratasena tak suka,
lantaran puteri itu berupa raksasa. Pada waktu itu ibu Raden Bratasena, Dewi
Kunti bersabda: “Ah kasihan benar kamu anak cantik”. Sabda Dewi Kunti itu
menyebabkan mengubah roman muka Dewi Arimbi jadi secantik-cantiknya.
Diperisterilah Dewi Arimbi oleh Raden Bratasena, dan kemudian hari berputralah
seorang kesatria Raden Gatotkaca.
Dewi Arimbi sebelum berubah jadi seorang puteri yang
cantik, bermata kedondongan, hidung dempak, mulut terbuka, bergigi sebagai
raksasa berkalung bulan sabit, bergelang dan berpontoh, sebagai layaknya putri
raksasa, tetapi setelah berganti, rupa seorang putri yang cantik.
Raden Werkudara atau Bima merupakan putra kedua dari
Dewi Kunti dan Prabu Pandudewanata. Tetapi ia sesungguhnya adalah putra Batara
Bayu dan Dewi Kunti sebab Prabu Pandu tidak dapat menghasilkan keturunan. Ini
merupakan kutukan dari Begawan Kimindama. Namun akibat Aji Adityaredhaya yang
dimiliki oleh Dewi Kunti, pasangan tersebut dapat memiliki keturunan.
Setelah sekian lama ditunggu-tunggu akhirnya Dewi Arimbi mengandung anak
dari Bima. Pringgandani, mereka sedang berkumpul menunggu saat kelahiran sang
putra Bima. Tidak lama berselang terdengar tangisan bayi menggelegar
menggentarkan seantero Pringgandani, seluruhnya yang berada di bangsal menarik
nafas panjang. Sesaat kemudian ada emban yang menghaturkan berita bahwasanya
sang putra mahkota laki-laki telah lahir dalam keadaan sehat begitu juga dengan
kondisi sang ibu. Mendengar hal tersebut bertambahlah kebahagian semuanya, satu
persatu dari mereka memberikan selamat kepada Raden Aria Werkudara alias Bima
atas kelahiran putrannya. Namun, ari-ari bayi itu belum bisa
dipotong.
Begawan Abiyasa mengatakan bahwa tali ari-ari itu hanya akan bisa dipotong
oleh senjata kadewatan yang berasal dari Batar Guru. Untuk itu Sang Begawan
meminta Arjuna untuk pergi ke Kahyangan mencari senjata tersebut. Setelah
mendapat perintah dari kakeknya dan meminta izin kepada saudara-saudaranya
Arjuna disertai oelh para punakawan segera menuju Kahyangan untuk mencari
senjata yang dimaksud oleh Begawan Abiyasa, sedangkan Sang Begawan sendiri
bergegas pulang kembali ke Padepokan setelah memberikan do’a serta merapal
beberapa mantra untuk buyut / cicitnya tersebut.
Di Kahyangan
sedang terjadi kerusuhan yang dilakukan oleh Naga Percona yang ingin
memperistri salah satu bidadari yang bernama Dewi Supraba. Dikarenakan Naga
Percona adalah raja yang mempunyai kesaktian mumpuni dan bisa dikatakan sama
bahkan sedikit diatas diatas para dewa, jelas sangat sulit dihadapi oleh para
Batara. Batara Guru merapal mantra dan melihat Kaca Trenggana, diperoleh
keterangan bahwa yang bisa mengalahkan Naga Percona hanyalah Jabang Tutuka anak
Bima yang baru lahir. Selanjutnya Batara Guru memerintahkan Batara Narada untuk
memberikan senjata darinya yang bernama panah Konta Wijayadanu kepada Arjuna
untuk memotong ari-ari Jabang Tutuka dengan imbalan bayi tersebut harus menjadi
panglima perang mengahadapi Naga Percona. Batara Narada bercerita bahwa dirinya
telah salah orang menyerahkan senjata kadewatan yang seharusnya diserahkan
kepada Jabang Tutuka lewat tangan Arjuna, malah diserahkan kepada orang yang
tidak dikenal dan mempunyai rupa mirip dengan Arjuna. Mendengar hal tersebut
Semar sangat menyalahkan Batara Narada karena gegabah menyerahkan senjata sakti
kepada orang asing.
Di Keraton
Pringgandani warangka tersebut digunakan untuk memotong tali ari-ari Jabang
Tutuka, ajaib sekali tali ari-ari putus sedangkan warangka senjata kadewatan
itu masuk kedalam udel Jabang Tutuka. Hal ini menurut Semar sudah menjadi
suratan bahwa nanti diakhir cerita peperangan besar atau Bharatayuda senjata
itu akan masuk kembali kewarangkanya, dengan kata lain Jabang Tutuka akan mati
jika menghadapi senjata Konta Wijayadanu.
Setelah tali
ari-ari berhasil dipotong Arjuna hendak membawa Jabang Tutuka ke Kahyangan
untuk memenuhi janji kepada Batara Narada, bahwa Jabang Tutuka akan menjadi
panglima perang dan menghadapi Naga Percona. Awalnya Bima melarang karena
anaknya masih bayi dan dirinya sanggup untuk menggantikan melawan Naga Percona.
Setelah Semar berkata bahwa Jabang Tutukalah yang harus berangkat karena dia
yang dipercaya oleh dewa dan Jabang Tutuka pula yang telah menggunakan senjata
kadewatan bukan yang lain. Disamping itu Semar menjamin jika terjadi suatu hal
yang menyebabkan Jabang Tutuka celaka, Semar berani menaruhkan nyawanya kepada
Bima. Mendengar hal tersebut dari Semar, Bima yang mempunyai pandangan linuwih
dan menyadari siapa sesungguhnya Semar ini, akhirnya mengizinkan putra berperang
melawan Naga Percona.
Arjuna
disertai para Punakawan segera membawa Jabang Tutuka ke Kahyangan, setelah
mendekati gerbanga Selapa Tangkep tepatnya di Tegal Ramat Kapanasan Arjuna
meletakkan Jabang Tutuka ditengah jalan menuju gerbang. Naga Percona datang dan
melihat ada bayi ditengah jalan. Kemudian dia mengangkat Jabang Tutuka dan
mendekatkan wajahnya ke wajah bayi tersebut, tidak disangkan tangan Jabang
Tutuka mengayun dan berhasil meluaki satu matanya sehingga berdarah. Kontan
Naga Percona marah dan membanting Jabang Tutuk ke arah pintu gerbang hingga
mati. Tiba-tiba Semar dengan cepat berbisik ke Batara Guru untuk segera
menggodok Jabang Tutuka di Kawah Candradimuka, Batara Guru segera memerintahkan
Batara Yamadipati untuk segera membawa tubuh Jabang Tutuka ke Kawah
Candradimuka dan menggodoknya. Selanjutnya para dewa disuruhnya melemparkan /
mencampurkan senajata yang dimilikinya untuk membentuk tuduh Jabang Tutuka
lebih kuat, lama-kelamaan terbentuklah tubuh satria gagah dari dalam godogan
tersebut. Selain mendapat anugerah berupa pakaian, perhiasan dan senjata yang
sudah membentuk tubuhnya Jabang Tutuka juga memperoleh beberanama dari para
dewa diantaranya : Krincing Wesi, Kaca Negara, Purabaya, Kancing Jaya, Arimbi Suta,
Bima Putra dan Gatotkaca. Nama terakhir inilah yang kemudian digunakan dalam
dunia pewayangan. Jabang Tutuka yang menggunakan nama baru Gatotkaca bertempur
kembali dengan Naga Percona, dan akhirnya behasil merobek mulut dan tubuh Naga
Percona menjadi dua bagian. Itulah akhir dari hidupnya Naga Percona yang
membawa kedamaian di Kahyangan, sekaligus menjadi awal kepahlawanan Gatotkaca
sang putra Bima.
Raden
Gatotkaca yang merupakan anak dari Raden Werkudara dan Dewi Arimbi Ia menjadi
ksatria mumpuni saat dewasa kelak. . Ia lahir dengan dijuluki Jabang Tutuka. Sejak
kelahirannya sudah menampakkan banyak kelebihan. Mulai dari tali pusatnya yang
hanya bisa dipotong dengan Panah Konta Wijayadanu. Jabang Tutuka juga berhasil
mengalahkan Naga Percona yang sedang membuat kerusuhan di kahyangan. Selain
itu, Jabang Tutuka juga dimasak di dalam Kawah Candradimuka sehingga ia bisa
menjadi sangat sakti “otot kawat tulang besi.”
Referensi:
Amrih
Pitoyo.2010.The Darkness of Gatotkaca.Yogyakarta:DIVAPress
oleh: @rhpuji
Tidak ada komentar:
Posting Komentar